Selasa, 13 November 2012

KODE ETIK JURNALISTIK


KODE ETIK JURNALISTIK 


Kemerdekaan berpendapat, berekspresi,  dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan  pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki  dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional  dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.  
   
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan  memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional  dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu,  wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik: 


Pasal 1 
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, 
berimbang, dan tidak beritikad buruk.  

Penafsiran 

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.  
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. 
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. 
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. 


Pasal 2 
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam 
melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran 

Cara-cara yang profesional adalah: 
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;  
b. menghormati hak privasi;  
c. tidak menyuap; 
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; 
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; 
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; 
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; 
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk  peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. PROFESI WARTAWAN


Pasal 3 
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.  

Penafsiran 

a. Menguji informasi berarti melakukan  check and recheck tentang kebenaran 
informasi itu. 
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.  
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.  
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.  
  
Pasal 4 
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.  

Penafsiran 

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. 
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.  
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. 
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. 
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari  arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. 


Pasal 5 
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban 
kejahatan susila dan tidak menyebutkan  identitas anak yang menjadi pelaku 
kejahatan.  

Penafsiran 

a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. 
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. 
  
Pasal 6 
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. 

Penafsiran 

a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi  atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. 
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. 


Pasal 7 
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang 
tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai 
ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.  

Penafsiran 

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan 
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.  
b. Embargo adalah penundaan  pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan 
permintaan narasumber. PROFESI WARTAWAN
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. 
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. 


Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan 
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan 
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. 

Penafsiran 

a. Prasangka adalah  anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum 
mengetahui secara jelas. 
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. 


Pasal 9 
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan 
pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. 

Penafsiran 

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.  
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.  


Pasal 10 
Wartawan Indonesia segera mencabut,  meralat, dan memperbaiki berita yang 
keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, 
pendengar, dan atau pemirsa. 

Penafsiran 

a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. 
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. 


Pasal 11 
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. 

Penafsiran 

a. Hak jawab adalah hak seseorang atau  sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. 
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. 
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.  
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.  
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh  
organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. 

0 komentar:

Posting Komentar